Kemarin malam, kajian Sirah Nabawiyah di masjid pembahasannya sudah sampai pada kisah persiapan kaum Muslimin menuju Tabuk. Perang Tabuk, salah satu bagian dalam Sirah Nabawi yang termasuk favorit bagiku. .
Di dalam kisah persiapan keberangkatan itu, kita bisa mendengar kisah, melihat dan memahami betapa para Shahabat Radhiyallahuanhum  begitu semangat dan ikhlas dalam bersedekah dan berjuang untuk agama ini, yang sampai saat ini pun tidak dapat tertandingi baik dari kuantitas apalagi kualitasnya.
.
Kamu tahu? Di sela kisah itu, ada dua orang Shahabat (Radhiyallahuanhuma) yang menangis terisak karena tidak diizinkan untuk ikut menyertai rombongan Kaum Muslimin dalam Perang Tabuk oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Mereka tidak diizinkan bukan karena dosa yang mereka perbuat. Melainkan karena ketika itu Rasulullah sudah tidak dapat mencarikan kendaraan lagi yg bisa digunakan untuk menuju Tabuk. Kondisi pasukan Islam masih sangat-sangat kekurangan, meski para Shahabat sudah menggelontorkan harta-hartanya begitu banyak, bahkan per satu ekor unta yang ada saat itu sudah terbagi untuk dinaiki secara bergantian oleh 18 orang.
.
Dan tiba tiba hati ini termenung membayang. Bukan pada hal betapa sedihnya dua orang Shahabat saat itu yg tidak bisa ikut. Melainkan pada diri sendiri.
Ya, pada diri sendiri.
.
Aku membayangkan..
Bila Shahabat saja sesedih itu saat tidak bisa ikut bergabung bersama rombongan Rasulullah menuju medan jihad, lalu bagaimana kita nanti? Nanti saat di Padang Mahsyar, ketika di depan mata kita tengah berbaris rombongan panjang orang-orang yang sedang mengantri untuk masuk ke Syurga dibawah arahan langsung Rasulullah, sedang kita tidak bisa ikut karena bukan salah satu bagian dari rombongan tersebut(?).. 😫😭