Kisah kedermawanan Suhaib pun diabadikan di dalam Alquran ketika pengusaha kaya ini meninggalkan seluruh hartanya saat diperintahkan untuk hijrah ke Madinah. Alkisah, ketika dalam perjalanan menuju Madinah, Suhaib dicegat kaum Quraisy Makkah. Mereka meminta agar Suhaib meninggalkan seluruh hartanya jika ingin hijrah.
"Wahai Suhaib, engkau datang kepada kami dalam keadaan miskin dan hina, kemudian hartamu menjadi banyak setelah tinggal di daerah kami. Setelah itu, terjadilah di antara kita apa yang terjadi (perselisihan karena Islam). Engkau boleh pergi, tapi tidak dengan semua hartamu," ujar seorang Quraisy kepadanya. Tanpa berpikir panjang, Suhaib pun langsung meninggalkan hartanya tanpa menyisakan sepeser pun.
Saat sampai di Madinah, Suhaib pun berjumpa dengan Rasulullah SAW. Nabi Muhammad pun seketika langsung berkata kepada Suhaib. "Perdagangan yang amat menguntungkan wahai Abu Yahya, perdagangan yang amat menguntungkan wahai Abu Yahya," ujarnya kepada Suhaib
Lelaki itu kemudian menjawab, "Wahai Rasulullah, tidak ada seorang pun yang melihat apa yang kualami," lanjut Suhaib. "Jibril yang memberi tahuku." jawab Rasulullah kepada Suhaib.
Usai peristiwa tersebut, turunlah salah satu ayat di dalam surah al-baqarah "Dan di antara manusia, ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya." (QS al-baqarah 207)
Suhaib bukanlah penduduk asli Makkah. Dia menjadi perantau yang datang ke Kota Suci tersebut dari kampung halamannya di Bashrah, Irak. Suhaib memiliki nama belakang ar-Rumi yang artinya orang Romawi. Meski demikian, gelar tersebut bukan menunjukkan jati dirinya yang asli karena dia adalah orang Arab.
Suhaib adalah anak dari salah seorang hakim di wilayah dekat Bashrah. Saat orang-orang Romawi menyerang daerah tersebut, Suhaib menjadi seorang budak Romawi. Ia tumbuh besar di wilayah Romawi dan mendapat nama tambahan ar-Rumi.
Sebenarnya, dia memiliki nama asli Suhaib bin Sinan bin Malik. Nasibnya sebagai budak membawa dia ke Tanah Suci. Seorang penyuplai budak menjualnya kepada salah satu orang kaya Makkah, namanya Abdullah bin Jad’an. Beberapa lama bersama tuan barunya, Suhaib memperlihatkan kecerdasan dan etos kerja yang tinggi. Dia pun dikenal sebagai orang yang tulis. Suhaib pun lantas dilepaskan Abdullah bin Jad’an menjadi orang yang merdeka.
Kemerdekaannya ini dimanfaatkan Suhaib untuk menjadi pedagang. Dia pun dikenal sebagai pengusaha yang sangat sukses di Makkah dengan harta yang tak terkira. Setelah berikrar menjadi Muslim, Suhaib pun tercatat sebagai salah satu sahabat yang gemar bersedekah dan memberi kepada orang lain. Pernah, pada zaman Umar bin Khattab berkuasa, dia menyebut sikap Suhaib tersebut mubazir. Hal itu dikarena Suhaib tidak segan-segan menyedekahkan hartanya, bahkan hingga bersedekah kepada orang yang tidak tepat.
"Wahai Suhaib, aku tidak melihat kekurangan pada dirimu kecuali dalam tiga hal: (1) Engkau menisbatkan diri sebagai orang Arab, padahal logatmu logat Romawi, (2) engkau ber-kun-yah dengan nama Nabi, (3) dan engkau orang yang mubazir."
Kemudian, Suhaib menanggapi, "Aku seorang yang mubazir? Tidaklah aku berinfak kecuali dalam kebenaran. Adapun kun-yah-ku, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang memberinya. Dan, logatku logat Romawi karena sejak kecil aku ditawan orang-orang Romawi. Sehingga, logat mereka sangat berpengaruh padaku."
Umar sangat kagum dan bangga dengan Suhaib, hingga Umar berwasiat agar Suhaib yang menjadi imam pada shalat jenazahnya. Suhaib pun wafat saat berusia 70 tahun tepat pada Syawal 38 H di Kota Madinah.
Post a Comment